Total Tayangan Halaman

22.12.10

Surat dari Rantau

untuk: Gelaran "BERCAHAYA"

Lama tak menjumpaimu berat rasanya hanya menulis surat. Begini, telah ku katakan padamu, dulu, Aku pergi untukmu... merangkai mimpi lewati waktu... semua itu jalan kita... akan ku jaga ku bina selamanya.. <,-Seandainya>. Gelaran, aku berjanji padamu tuk kembali dari perjalanan penjemputan ilmu. Pasti kembali, saat waktu telah tepat dan karungku penuh dengan hasil kerja kerasku. Tunggu,,,
Tapi buatku, selama mampu dipercepat kan ku penuhi segera. Kau ingat,, airmata kehilangan satu narasumber tentangmu,, (oh, sungguh payah aku mencari informan tentang kamu,- karena aku tak mau sembarangan), lalu ku juangkan waktu liburan untuk menghabiskan skripsi Mbak Dita, materi : proposal pengajuan tempat wisata. Alhamdulillah, diterima. Kita sejenak menikmati kemenangan (sementara). Lagi-lagi, cuma ilusi. Nyatanya cat warna pemugaran Monumen Jendral Sudirman dari kantong Pak RT. Dicat sendiri, berusaha sendiri dan tak dihargai. Suatu sore beliau bercerita padaku, paginya penuh coret oknum tak jelas. Mengapa tak kau rajam saja mereka??

Beralih ke bawah, ku ingat jernihnya Banyumoto. Sungguh, kusimpan banyak cerita dalam tiap alirannya. Juga penampang Gua terusan Gua Pindul elok menawan. Padamu ku ucap janji, SEKALI LAGI ku pasti kembali : Lebih sekedar dari hanya menjagamu, dan sekarang tetap berusaha mencari, menjemput, dan mengumumkan pada semuanya bahwa engkau masih butuh pijar api untuk CAHAYAmu. Tenang kasih, Akan hijau setelah merah... akan ada bunga setelah tumbangnya keganasan.. akan ada payung kecil yang selalu berusaha memberi naungan. Bumi akan tetap bulat sebagai wujud kesetiaan kepada generasi yang lahir, generasi yang akan memayungi bumi itu sendiri (,-Rizal Mantovani).

Maka selalu ku tenangkan kau dalam lelahku. Benar, biar aku saja keliling luasan bumi menjemput pangeranmu. Kau istirahat saja dan persiapkan sambutan terhebat untuk mereka. Esok hari, ketika Gua Glatik sudah bebas didatangi, ehmmm, tak ku bayangkan betapa banyak manusia menjamahmu. Dan sekali-sekali TAK KAN PERNAH KUBIARKAN sampah berserakan di antara megahmu. karena aku mencintaimu...

Lihat, suratku sudah banyak, padahal ku hanya mengingatkan ku & mu tentang janji. Pernah kuucap dulu di bukit bintang (;-ndhuwur omahe Kelvin) : untukmu, tempat pertama darahku mengucur, untukmu pula darah dari Penciptamu ku darmabhaktikan.

Selamat hari ibu,,, mohon kau sampaikan kepada ibuku, entah yang mana ku juga tak sepenuhnya mengerti, baru ku tau, kamulah ibu sebenarnya,  mengajarkan kekuatan, melatih perjuangan, mendidik ketulusan, hingga kau tuliskan rasacinta di antara desah dedaun dan kericik sungai tempat ikan berseliweran..

Terakhir ku minta satu lagi... ingat kembali pengirim surat ini...
AKU BUKAN PENGKHIANAT. PASTI AKU PULANG. ATAU SEKEDAR MENGIRIM PIJAR LILIN AGAR KAU TETAP BERCAHAYA 
dari surga.

Beginilah kalo ku rindu, banyak kata tak penting tersisip dalam surat..


*kupastikan tak perlu lama kau menunggu

Salam Budaya dari Rantau

_at

Tidak ada komentar:

Posting Komentar